Logo DDV
HOME > tulisan > Kolaborasi antar berbagai Lembaga Kemanusiaan dan Pemerintah dalam Rangka Mendorong Resiliensi pada Penyintas Bencana Alam di Indonesia

Kolaborasi antar berbagai Lembaga Kemanusiaan dan Pemerintah dalam Rangka Mendorong Resiliensi pada Penyintas Bencana Alam di Indonesia

Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi bencana yang cukup besar. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 4 lempeng tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Selain itu, Indonesia juga dilalui oleh jalur sabuk vulkanik (volcanic arc) pada bagian selatan dan timur Indonesia yang memanjang dari pulau Sumatera, pulau Jawa, Nusa Tenggara , Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa (Sutopo, 2010). Adanya faktor tersebut menjadikan wilayah Indonesia berpotensi terjadinya bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami dan bencana lainnya seperti banjir dan longsor.

Menyikapi potensi bencana alam yang ada ini, pihak pemerintah tentunya memiliki andil yang besar dalam menangani setiap kejadian bencana, apakah itu pra bencana, ketika terjadi bencana, dan pasca bencana itu sendiri. Pertanyaannya, apakah kerja besar penanganan bencana ini hanya kita limpahkan sepenuhnya kepada pemerintah yang dalam hal ini diberi kewenangan kepada instansi BNPB, Basarnas, Kementerian Sosial, TNI dan POLRI? Jawabannya tentu tidak. Butuh kerjasama dan kolaborasi dari berbagai pihak, baik itu perseorangan, masyarakat, komunitas, lembaga kemanusiaan dan berbagai entitas yang berupaya untuk terlibat dan ikut peduli. Selaku masyarakat Indonesia, kita juga patut berbangga, karena menurut data Charities Aid Foundation (CAF), Indonesia dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia menurut World Giving Index 2022 (WGI 2022) dengan skor WGI sebesar 68%. Artinya apa? warga negara Indonesia serta stakeholder yang didalamnya telah memberikan kepedulian yang cukup besar, baik itu untuk kemanusiaan, krisis sosial, maupun peristiwa-peristiwa yang menyangkut bencana alam. Dengan kearifan lokal warga Indonesia yang dikenal ramah dan peduli, maka aktivitas terkait kebencanaan memang membutuhkan kerja sama berbagai pihak sesuai dengan bidangnya dan tidak bisa dilakukan dengan konsep parsial atau sebagian pihak saja.

Dalam melaksanakan kolaborasi di medan bencana, tentunya memiliki beberapa keunggulan dan keuntungan tertentu, diantaranya yaitu ; membawa hasil yang lebih baik. Ketika lembaga kebencanaan atau kemanusiaan yang berlabel NGO (Non-Governmental Organization) saling bekerja sama antar lembaga dan juga dengan pemerintah dengan berbagai keahlian dan kemampuan yang mereka miliki, tentunya hasil yang didapatkan ketika di lapangan akan lebih baik. Ada yang fokus dalam asesmen data korban bencana, ada yang ambil bagian dalam search and rescue, yang

lainnya bisa di bagian dapur umum dan juga kegiatan psychological first aid. Dalam kegiatan yang beragam ini tentu adanya pusat komando atau alur komunikasi yang dipimpin oleh pemerintah yang dalam hal ini biasanya dipimpin oleh BNPB dan BPBD. Selain keuntungan diatas, efek baik dari kolaborasi yang dilakukan ini adalah bisa mempercepat penanganan kebencanaan. Sebagai contoh, misalnya dalam pencarian korban bencana di reruntuhan gedung yang disebabkan oleh gempa, maka lembaga A bisa menerapkan konsep vertical rescue dan lembaga lain juga bisa menerapkan pencarian konsep K9/ canine (menggunakan anjing pelacak). Maka dengan perpaduan dua pola pencarian survivor ini bisa dilakukan dengan cepat dan mempersingkat waktu yang ada.

Selanjutnya, beberapa cara kolaborasi antara berbagai lembaga dalam meningkatkan ketahanan (resiliensi) para korban bencana (penyintas) di Indonesia :

Pertama, Asesmen bersama dalam kaji dampak bencana. Lembaga kemanusiaan / kebencanaan dan pemerintah dapat berkolaborasi untuk melakukan penilaian bersama terhadap wilayah yang terkena dampak. Hal ini akan membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan masyarakat yang terkena dampak dan memprioritaskan upaya tanggap darurat. Penilaian ini juga akan membantu dalam menentukan kebutuhan pemulihan jangka pendek serta jangka panjang dari masyarakat yang terkena dampak. Namun untuk hal yang bersifat teknologi dan pemetaan, akan lebih baik mengedepankan teknologi yang update dan terbaru yang dimiliki oleh pemerintah maupun entitas tertentu, seperti misalnya BMKG atau perusahaan yang berkapasitas dibidangnya.

Kedua, Respon yang terkoordinasi dengan pusat komando. Dalam upaya melakukan respon bencana, baik itu tanggap darurat ataupun dalam masa pemulihan (recovery), perlu adanya pusat komunikasi yang jelas dan pekerjaan yang terencana. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa sumber daya yang digunakan menjadi efisien dan efektif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terkena dampak. Selain itu, respon yang diberikan juga berupaya untuk meningkatkan ketahanan masyarakat terdampak untuk mampu bangkit dan mempunyai bekal dengan keterampilan serta kemampuan yang ada untuk terus berdaya dalam menghadapi bencana. Selain bantuan bersifat moril dan materil ketika pasca bencana, bantuan berupa keahlian juga bisa diberikan kepada penyintas, guna siap kembali melanjutkan kehidupan di wilayah terdampak tersebut.

Ketiga, Peningkatan Kapasitas (capacity building) para insan kebencanaan. Dalam merespon setiap bencana yang ada, tentunya dibutuhkan skill atau keahlian yang mumpuni untuk mengurus persoalan bencana itu sendiri. Para relawan atau insan kebencanaan paling tidak mesti memiliki salah satu atau pun beberapa kemampuan dalam medan bencana, seperti navigasi (search and rescue), water rescue, vertical rescue, asesmen data, dapur umum, PFA (psychological first aid),

pertolongan pertama/ medis, dan berbagai kemampuan lainnya. Setiap orang tentunya berhak mendonasikan dirinya sebagai relawan atau petugas kemanusiaan. Namun yang perlu dicatat adalah, ketika kita siap untuk turun ke medan bencana, maka pastikan dulu kita mempunyai kemampuan yang bisa dimanfaatkan untuk masyarakat terdampak nantinya.

Bencana terkadang tidak memandang waktu dan tempat, maka setelah memahami dan menerapkan kolaborasi dalam penanganan kebencanaan, ada beberapa hal lain yang mesti dilakukan oleh pemerintah dan lembaga terkait agar sinergi dan kolaborasi terus berjalan, yaitu diantaranya:

  • Memanfaatkan media sosial dalam berbagi pengetahuan dan update info terbaru. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan para insan kebencanaan terkait bencana, teknologi terbaru, serta update bencana terbaru yang terjadi disekitarnya.
  • Mengoptimalkan potensi setiap lembaga atau instansi yang ada dalam melakukan mitigasi serta berbagi pengetahuan dengan lembaga yang lainnya.
  • Melakukan kopdar (kopi darat) untuk mempererat silaturahmi dan keakraban di antara insan kebencanaan.

Dengan melakukan kolaborasi dan sinergi dari setiap instansi atau lembaga yang ada, baik itu pemerintah maupun swasta, maka harapannya para penyintas yang terdampak di wilayah bencana bisa terbantu dan bisa bangkit dari keterpurukan. Hal ini juga akan membantu meningkatkan efektivitas upaya respon dan meningkatkan ketahanan jangka panjang di antara masyarakat yang terkena dampak.

(Dompet Dhuafa Volunteer/ Rizki Ikhwan, S.Hum, SGI)