Logo DDV
HOME > berita > Voluntrip Waste Summit Bali, Mencerdaskan Anak Bangsa Melalui Edukasi Lingkungan

Voluntrip Waste Summit Bali, Mencerdaskan Anak Bangsa Melalui Edukasi Lingkungan

 

Bali—Dompet Dhuafa Volunteer (DDV) Bali, Dompet Dhuafa Bali dan Disaster Management Center (DMC) lakukan audit sampah yang dinamakan Kepung Sampah yang berlokasi di Pantai Padang Galak, Kesiman Petilan, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Bali pada Minggu (24/09/2023).  

Sebanyak 106 siswa menyambut kedatangan kakak-kakak Dompet Dhuafa dengan ceria. Begitu pula dengan para guru, mereka menyambut baik kegiatan peduli lingkungan ini. Dalam kegiatan edukasi sampah, dilakukan pengumpulan dan penimbangan sampah, dongeng atau story telling, pemeriksaan kesehatan, serta bermain permainan tradisional.

Ratusan peserta dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat sipil, komunitas, lembaga, hingga institusi pemerintah turut hadir dalam kegiatan aksi Kepung Sampah. Sebelum memulai aksi, peserta terbagi dalam beberapa kelompok berdasarkan jenis sampah yang akan dikumpulkan. Sampah plastik fleksibel merupakan jenis sampah plastik yang paling sulit didaur ulang. Berdasarkan hasil riset Waste4Change mengenai Alur Material Sampah Plastik Fleksibel di DKI Jakarta, sampah plastik fleksibel sebanyak 244,72 ton/hari atau 87,52% seluruhnya masih berakhir di TPA. Hanya beberapa persen saja yang didaur ulang, sisanya diproses di PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah), bahkan tidak terkelola. 

“Kita kumpul, kita pilah, kita catat, jenis sampah dan mereknya apa,” jelas Nur Kholis Abdillah selaku Ketua Panitia Voluntrip Waste Summit Bali dan PIC DDV Bali.

“Bagi jenis sampah organik, akan kita kirim ke TPS, sedangkan untuk sampah yang bisa didaur ulang kembali akan kita serahkan ke bank sampah di daerah Sesetan,” lanjutnya. Setelah semua sampah sudah disesuaikan jenis sampah dan ditimbang, kemudian dilaksanakan audit sampah. Dalam plastik multilayer, setiap lapisannya terdiri dari sealing layer, barrier layer, dan printing layer, contohnya adalah kemasan produk berbentuk sachet. Lapisan-lapisan bertumpuk yang terdapat pada sampah plastik multilayer ini membuatnya menjadi jenis sampah yang sangat sulit untuk diuraikan. Bahan baku yang digunakan untuk membuat kemasan ini pun tidak mudah dilebur karena terbuat dari benda yang memiliki titik leleh berbeda.

“(Hasil sampah yang terkumpul) ada 287 kilogram, paling banyak jenis botol plastik. Selain itu juga kami mengumpulkan jenis sampah single layer, dan multi layer seperti kemasan sachet Kopi dan beberapa sampah lainnya,” terang Ika Akmala Community and Volunteers Dompet Dhuafa.

“Hasil audit ini ada semacam Public Report berupa jenis sampah yang ada di destinasi wisata di Indonesia. Laporan ini bisa menjadi landasan perubahan-perubahan kebijakan yang memang pro-pengelolaan sampah di Indonesia, dan semoga ada follow up yang jelas bagi perusahan-perusahan (penghasil sampah),” lanjut Ika.

Dilansir dari jurnal Bappeda Litbang oleh Ekapria Dharana Kubontubuh (2019) mengutip penelitian yang dilakukan tahun 2017 di Provinsi Bali oleh Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB)  produksi sampah plastik mencapai 268 ton setiap harinya dan hanya 29,4% sampah plastik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). Sementara sebanyak 44,5% sampah plastik tidak diolah atau mencemari lingkungan mulai dari sungai sampai ke laut.

Mari kita kembali bijak dalam pola konsumsi sehari-hari sehingga mampu meminimalisir penggunaan produk plastik. Hal tersebut dapat dimulai dari diri masing-masing setiap orang, bahwa perubahan dapat terjadi setiap dalam satu aksi kebaikan. Satu Hari, Satu Kebaikan. Karena Bumi Cuma Satu.